Jumat, 20 April 2012

Nostalgalau


so this time it's not about a sketch, isn't it.

Lagi-lagi sebuah entri baru yang dibikin malam hari kala hujan di luar... tapi kali ini bukan tentang sketsa baru.
Jadi barusan gw iseng2 ngeliat foto-foto pindahan dari hp gw yang dulu (yang sekarang jadi hp pembantu gw, hahahahaha) di folder di laptop gw, aaaaaaaaand I stumbled upon this picture. Yep, the one right above this text.

And I suddenly missed kosan lama gw.

Dulu gw pikir pindah kosan itu wajar dan umum dilakukan. Di pikiran gw yang dulu emang agak naif dan terlalu ideal adalah bahwa seiring berjalannya kuliah, seorang mahasiswa emang umumnya akan berpindah-pindah kosan, terus mencari dan ngekos di kosan dengan biaya dan akses kampus lebih murah, mudah dan cepat dari kosan sebelumnya sampai ditemukan kosan dengan parameter2 tersebut yang optimal ato si mahasiswa lulus (bahkan sempat gw bikin jadi strategi dengan nama: indekos hopping. Pretty freaking up, when I recall this thought, haha)

Jadi ketika waktu itu gw omongin tentang pindah kosan ke ortu dan pemilik kosan, gw terkejut juga melihat mereka terkejut (kejutception). Bahwa waktu itu gw pikir ibu kosan gw yang dulu agak overreacting dengan hal ini sebenarnya agak lucu juga. Lebih bikin terheran2 lagi waktu gw pikir hal ini sudah jadi agak personal manakala ibu kosan gw, ketika beres-beres pindahan udah setengah jalan, nelpon bokap gw dan bilang, yah intinya dia pengen mempertahankan gw dan nawarin kamar kosong manapun sesuka gw, sementara bokap gw bilang udah ga bisa lagi. Man, serius amat. Waktu selesai pindah2in barang ke kosan baru juga ortu gw bilang, "Man, ini terakhir pindahan yah", dengan alasan kerepotan pindahan dan gak enak sama kosan dulu. Gw cuma bisa bilang "Oh, gitu ya", dengan otak kosong gw.

Anyway, sekarang setelah menjalani setahun lebih di kosan yang baru, harus gw sadari bahwa grafik efisiensi  strategi indekos hopping gw (yang cuma sekali hopping juga) agak cacat juga. Seperti diagonal chart di game FIFA ato PES, beberapa keunggulan tertentu akan dibayar dengan beberapa kekurangan tertentu juga. Dengan ke-lebihmurah-an tarif kosan baru yang tidak seberapa dan lebih deket kampus dengan jarak hanya beberapa ratus meter dibanding kosan lama, beberapa hal yang gw sukai dari kosan lama juga harus hilang.

Dan pada saat inilah relevansi foto diatas masuk.
Seperti yang udah lu duga, foto diatas diambil di kamar kosan lama gw. Kamar di kosan gw yang dulu lebih besar; 3 x 4, dengan jendela gede mengarah kejalan, lengkap dengan daun jendela dan gorden gaya jadul. Overall, emang rumah kosan yang dulu emang model2 jadul gitu. Dan gw suka suasana itu. Dikosan gw yang  baru, jendelanya sempit mengarah ke jalur diluar yang menghubungkan kamar2 kosan lain. Gak ada pemandangan (kecuali kalo gw bisa anggap tetangga-tetangga kosan gw lewat telanjang dada mau mandi sebagai pemandangan. Sayangya, gw straight.)
Selain itu, polusi suara di kosan lama juga bisa lebih teredam. Pintu-pintu kamar di kosan gw yang dulu adalah pintu2 kayu jati yang gede dan tebal, diatasnya juga ga ada ventilasi. Mo puter musik sekenceng apapun di dalem ga bakal ganggu di luar, Orang luar berisik juga ga bakal kedenger sampe dalem (kecuali mungkin dari arah jalan, masi kedengeran dari jendela). Dikosan baru? Orang bercakap2 di luar kamar kosan paling ujung pun gw masi bisa denger, puter lagu volume 50% pintu kamar ditutup pun dari luar masi kedengeran jelas T_T. Dibanding kosan baru, pokoknya jauh lebih privacy friendly lah kosan yang dulu.

Seperti yang gw bilang, kosan yang dulu suasananya agak jadul, yang kebetulan something I quite enjoyed juga, dan secara tidak langsung juga membuat gw lebih mudah ngeset mood buat nggambar. I don't know, every man has his own preferences; for me, it's the antique atmosphere that pique my creative mind. And so, banyak dari arsip gambar gw yang gw bikin selama di kosan lama gw. Salah satunya waktu itu libur lebaran dimana gw ga bisa pulang dulu selama dua minggu karena UAS Kimia laknat itu (musuh bebuyutan gw sejak SMP), dan gw mencoba menggambar hal-hal yang ada di sekitar kosan gw untuk menghapus kejenuhan belajar. Here's one excerpt:


Pohon ini, entah pohon apa, tumbuh di pinggiran taman kosan lama gw. Not too impressive, huh?



Well, there's still more, but here I don't intent to show you serious stuffs, it supposedly just sketches. And rants.

Whoops, balik ke kosan lama. Yah begitulah, bahwa beberapa hal yang gw 'rindukan' dari kosan lama sebenarnya banyakan hal-hal subyektif juga, but I can't help it now can I? Having some artistic sense and taste, I inevitably savour some subjective aspects from my surroundings, dan beberapa rasa itu emang gw beri nilai lumayan tinggi dalam hidup gw.

So? Why'd you move? Kenapa gw akhirnya pindah? Oh, banyak alasan, beberapa ga usah gw sebutin disini, tapi parameter yang paling mempengaruhi waktu itu saat gw akhirnya menentukan kosan 'potensial' yang baru adalah tarif dan kedekatan ke kampus. TWO BIG REASONS. Dengan mengorbankan beberapa hal dikosan lama gw yang udah gw bahas sebelunmya, dua hal itu yang menjadi driving force gw untuk akhirnya memantapkan pindah kosan. Am I disappointed? No, I don't, gw ga nyesel. Karena gw tau setidaknya keputusan ini membuat beban ortu gw makin ringan juga dengan tarif kosan yang lebih murah dan biaya transpor yang lebih murah juga. Keringanan buat ortu gw lah yang gw angkat tinggi menepis semua pertimbangan lain. And, nevertheless, I still can create sketches, though not too frequent anymore. Besides, it's supposedly not too important for a mechanical engineering student, hahah (dry laugh).

Sabtu, 14 April 2012

After These Long Weeks..


..that I can finally able to post another scribble in here. No, to be honest, months have gone.

This drawing revealed in my mind after some time ago, when I had a dream about ruins. The dream was so vividly clear that it left a mark in my memory so long until now. What I remember was shattered walls, broken greenish tiles, some old, dusty painting hanging awkwardly on a wall, some dusty and ripped carpets, to name a few.

It was supposedly noon in my dream as I traversed the ruin. The sun ray's slipped through holes and cleft of the broken roof of the ruin, presenting a beautiful orchestra of glowing lines intermingling each other inside the ruin, while exposing dancing particles of dust which reminding us of olden times.

It's quite saddening indeed that I still don't have the skill of painting to portray the utmost of the dream experience; hence this scribbles. Nevertheless, I'm not quitting; I will pursue my level of painting; I will not forget the dream.